Kerja Sampingan dengan Berjualan Compact Disk (CD) Bajakan

“Namanya juga cari makan mbak” ujar Joko (57tahun,samaran) mengawali wawancara saya dengan salah satu penjual Compact Disk (CD) bajakan yang berada di Pasar Kartasura (25/12).

Joko mengaku baru tiga tahun berjualan CD bajakan tersebut. “Saya dulu berjualan kaset tape mbak, tape kan sepi sekarang. Karna sudah ketinggalan zaman, saya pindah ke CD saja,” katanya pelan. Joko bertempat tinggal di daerah Pengging, Kartasura. Joko mempunyai lima anak yang semuanya sudah berkeluarga. Joko mengaku sekarang ia tinggal bersama salah satu anak dan cucunya. Joko sudah tidak mempunyai istri, selain berjualan CD, ia berjualan tembakau.

Joko mengaku berjualan CD bajakan hanya sebagai kerja sampingan. Alasan mengapa memilih kerja sampingan dengan berjualan CD bajakan karena penghasilannya cukup lumayan. “Hasilnya ya lumayan mbak, kadang Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,- per harinya,. Harga kasetnya yang biasa cuma Rp 5.000,- dan yang MP3 Rp 7.000,-,” ucapnya sambil tersenyum ramah.

Kios Joko terletak di tengah-tengah pasar, kios tersebut buka mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Dengan kaus berkerah dan celana panjang Joko duduk disebuah kursi tua yang sudah lama digunakannya berjualan. “Biasanya Kalau sudah jam tiga udah sepi mbak yang beli,” ucapnya. Sambil terus menawari dagangannya kepada setiap orang yang berlalu lalang di pasar tersebut. Kadang-kadang joko melayani pembeli yang ingin membeli tembakau.

Joko mengambil kaset-kaset tersebut dari grosiran yang berada di Pasar Klithik, Surakarta. Nama toko tersebut berinisial “M”, yang dikatakan joko sebagai toko besar yang menjual kaset secara grosiran. “Saya mengambil kaset-kaset dari sana mbak, banyak juga yang mengambil kaset dari sana,” katanya sambil melayani pembeli. Joko mengatakan bahwa dia mengambil barang bajakan tersebut tidak tentu, tergantung pada kondisi. “Saya kulakan kalau barangnya sudah habis mbak,” ucapnya.
Joko biasanya tidak tentu dalam jumlah pengambilan kaset-kaset tersebut, tergantung pada jumlah uang yang ada saat itu. Joko biasanya mengambilnya sendiri di toko tersebut, namun disaat tidak bisa Joko mengaku ada yang mengantarkan pesanan kasetnya ke tempat ia berjualan.

Menurut pengakuan Joko, selama dia berjualan di Pasar tersebut belum pernah tertangkap saat terjadi penertiban oleh aparat penegak hukum. Joko menuturkan bahwa barang dagangannya hanya dalam skala kecil, jika ada yang tertangkap itu adalah pedagang dengan skala besar. “Saya belum pernah kena razia mbak, soalnya yang saya jual hanya sedikit. Paling yang kena razia itu penjual yang menjual secara besar-besaran,” tutur Joko.

Selain Joko, di pasar tersebut saya menemui penjual CD bajakan yang memiliki kios yang cukup besar. Rini (37tahun,samara) mengaku kurang lebih sudah dua tahun menjalankan usaha menjual barang bajakan ini. Tidak jauh berbeda alasannya dengan Joko, yaitu untuk mencari makan dan menghidupi keluarga. Rini sebenarnya berjualan baju di Pasar tersebut, namun menjual barang bajakan dianggapnya hanya sebagai sampingan.

“Jual baju sekarang sudah banyak saingannya mbak, kalau nggak begini mana bisa makan saya. Suami saya kerja kecil-kecilan dan anak saya tiga-tiganya semua sekolah,” jawabnya saat ditanya alasan mengambil kerja sampingan menjual CD. Rini mengaku bahwa menjual barang bajakan sudahlah menjadi hal umum.
Rini mengatakan bahwa ia kulakan dari sebuah toko yang berada di Pasar Klithik. Setelah ditelusuri ternyata toko tersebut adalah toko yang sama dengan tempat Joko membeli barang bajakan tersebut. Harga kaset-kaset yang dijual Rini tidak jauh berbeda dengan harga yang ditawarkan oleh Joko. Namun saat ditanya harga dari produsen, Rini hanya menjawab “itu rahasia mbak, yang penting saya jual harganya segitu,” tuturnya.

Rini mengaku bahwa dia tidak pernah tertangkap razia, dikarenakan tiap bulannya Rini mengeluarkan sejumlah uang. “Zaman sekarang saya sudah tidak percaya sama polisi mbak, orang polisinya juga membeli kaset saya. saya jualan begini tiap bulan saya juga ditariki uang sama polisi,” katanya kepada saya.
Rini setiap bulannya mengeluarkan uang sejumlah Rp 400.000,- untuk atensi kepada polisi. Sama dengan pedagang CD yang lainnya. Jualan CD ini modalnya sedikit namun hasilnya lumayan menurut pengakuan Rini.
“Saya masih mending segitu mbak, kalau yang sudah toko yang besar seperti tempat saya kulakan barang ini dia bisa mengeluarkan puluhan juta untuk bayar polisi itu,” lanjutnya lagi.

Kesadaran masyarakat terhadap barang bajakan yang ilegal masih sangat rendah. Tren didalam masyarakat saat ini tampaknya belum peduli terhadap barang legal dan ilegal yang hanya mementingkan harga murah tanpa memperhatikan kualitas produk. Pembajakan Compact Disk (CD) khususnya lagu pada tahun 1997 mencapai angka 15%. Sedangkan tahun 2010 membumbung puluhan kali lipat hingga mencapai 500%. Peningkatan setajam ini membuat Indonesia masuk kedalam daftar “Priority Watch List” atau daftar negara yang menjadi prioritas untuk diawasi.

Demikian pula di kota Surakarta, pembajakan CD lagu juga marak terjadi di berbagai sudut kota. Salah satu tempat yang dapat ditemui menjual CD bajakan yaitu di kawasan Stasiun Purwosari, Surakarta. Pada dasarnya memang berkisar pada keinginan untuk mencari keuntungan finansial secara cepat. Penjual barang ilegal di trotoar jalan salah satunya adalah Natur (27tahun). Ia mengaku sudah lebih 2 tahun berjualan CD bajakan di kawasan Stasiun Purwosari.

Kios yang dimiliki Natur buka setiap hari pada pukul 10.00-22.00 WIB, kecuali hari libur besar seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. “Saya buka mulai jam 10 pagi sampai 10 malam setiap hari kalau gak libur,” ungkap natur, pada Sabtu (18/12).
Kios kecil tersebut memiliki berbagai jenis CD lagu yang terdiri dari lagu anak-anak, pop, barat, lagu jawa dan lain sebagainya. Dilengkapi juga dengan televisi, VCD dan sound system untuk pengetesan CD. “Biasanya yang paling laris lagu dan film anak-anak,” kata Natur saat ditanya CD yang paling laris terjual,
Harga yang terjangkau yaitu berkisar antara Rp 5.000,- sampai Rp10.000,- membuat CD bajakan ini banyak diminati oleh masyarakat. Harga setiap kaset pun berbeda, tergantung dari kemasan CD tersebut. “Kalau pake box harganya Rp 8000,00 per box, tapi pakai plastik hanya Rp 6.000,00,” kata Natur menjelaskan harga CD tersebut.
Natur mengatakan pendapatan dari penjualan CD tersebut sebanyak Rp 100.000,00 per hari. Kebanyakan pembeli kaset pada malam hari dibandingkan pada siang hari. “Kalau siang yang beli sepi, tapi kalau malam malah banyak yang beli,” tambahnya.
Hasil dari penjualan tersebut ia kumpulkan untuk membeli CD lagi jika stok sudah mulai habis. Natur mengatakan bahwa dia mendapatkan kaset-kaset tersebut dari temannya, yang tidak dapat disebutkan identitasnya.

“Biasanya setiap dua sampai tiga kali dalam sebulan saya mengambil CD tersebut dari teman saya untuk dijual,” kata Natur.
Secara ekonomis pelaku pembajakan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, karena tanpa harus bersusah payah bisa menjual karya orang lain. Dari segi biaya, pembajak juga sangat diuntungkan karena tidak perlu membayar penyanyi, musisi, pencipta lagu, biaya iklan, kemudian tidak membayar pajak dan dijual di emperan yang juga tidak membayar pajak.

Pelaku pembajakan tidak terlibat langsung dalam proses panjang, pembuatan suatu produk album musik yang meliputi perencanaan, penggandaan lagu, pencarian penyanyi, dan proses perekaman yang memakan waktu panjang. Selain itu faktor-faktor yang menyebabkan maraknya pembajakan lagu yaitu format seperti Motion Picture Experts Layer III (MP3) dapat diperbanyak dan disimpan dengan ukuran yang kecil. Pengubahan bentuk format dari yang tidak digital menjadi digital pun sangat mudah. Dengan adanya scanner, harga alat-alat penyimpanan informasi dalam bentuk digital juga relatif murah dan adanya kemudahan dalam pengambilan materi dari internet.

Sebagai pedagang kaki lima, Natur mengetahui dan menyadari bahwa barang yang dijualnya adalah barang yang ilegal dan mempunyai dasar hukum. Pembajak software di Indonesia secara ilegal banyak dilakukan oleh perusahaan besar maupun perusahaan kecil dalam Undang-Undang hak cipta yang baru, pelaku pembajakan software bisa dikenai sanksi paling berat 5 tahun penjara atau denda lima ratus juta.
Selama berjualan barang ilegal ini Natur sudah sering mendapat peringatan tentang operasi penertiban pedagang kaki lima. Operasi yang dilakukan dalam dua bulan sampai tiga kali operasi. “Biasanya saya mendapat SMS dari teman saya jika besok mau ada operasi, jadi saya tidak berjualan besoknya,” katanya.

Namun, ketika tidak mendapatkan informasi tentang operasi penertiban tersebut, Natur tidak dapat berbuat apa-apa. Jika tertangkap basah oleh petugas maka barang bajakan tersebut disita. “Kalau tertangkap ya biasanya tidak sampai digusur, hanya disita sebagian barang untuk dijadikan sebagai barang bukti di Kepolisian. Kecuali kalau operasi dari pusat, semua barang disita,” tambahnya lagi.
Natur mengatakan bahwa setelah penyitaan itu biasanya dia mengurus di Kepolisian dengan membayar uang dan mengisi Berita Acara. Setelah itu, Natur bisa berjualan CD bajakan seperti biasanya. Walaupun sering terjadi penertiban, namun Natur belum jera berjualan barang ilegal tersebut.

Penyebab maraknya pembajakan CD adalah lemahnya pengawas aparat yaitu pihak kepolisian. Pengawas tidak perlu menunggu pengaduan masyarakat korban pembajakan, melainkan harus aktif dalam mencegah dan memberantas pembajakan. Pada umumnya keberadaan pembajak tidak tersentuh hukum, banyak pedagang produk bajakan dengan leluasa menggelar dagangannya secara terbuka.

Tingkat penguasaan dan pemahaman materi dari Undang-Undang Hak Cipta dikalangan aparat penegak hukum khususnya penyidik juga masih minim termasuk penyebab maraknya pembajakan CD. Pada kenyataannya aparat penegak hukum memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum diadakan razia. Setiap penjual CD bajakan yang tertangkap pun hanya disita CD bajakannya tetapi tidak ada tindakan apapun terhadap penjual itu. “Selama ini penyidik hanya menyita CD bajakan tapi tidak ada tindakan untuk menghentikn kasus ini,” tutur Natur.

Apa Kata Masyarakat?
Konsumen adalah prioritas utama dari bisnis pembajakan. Konsumen yang menghendaki barang bajakan biasanya mempunyai berbagai alasan membeli CD bajakan. Konsumen tersebut umumnya adalah masyarakat kelas menengah bawah yang memerlukan hiburan dengan biaya murah. Pak Heri, konsumen CD bajakan mengaku lebih senang membeli CD bajakan karena harganya yang terjangkau. “Saya sering membeli CD lagu anak-anak disini, karena harganya murah,” ucapnya lirih.

Konsumen lain yang ditanyai saat sedang membeli barang bajakan tersebut bersama dengan anaknya adalah Erdiana (35tahun). Erdiana mengaku tidak terlalu sering membeli barang bajakan ini. “Saya tidak terlalu sering mbak, beli ya cuma untuk hiburan saja lagian harganya juga murah mbak,” tuturnya.

Erdiana juga memberikan pendapatnya tentang CD bajakan ini dan harapan-harapannya terhadap pemerintah dan pembajak itu sendiri. “Menurut saya ini memang nggak bagus dan kasihan juga yang sudah menciptakan lagu-lagu ini, harapan saya bagi pemerintah sih harusnya bisa mengontrol hal ini dan bagi pembajak harusnya diprotes,” lanjutnya lagi.

Namun, disisi lain ada pihak yang merasa dirugikan dengan pembajakan CD ini. Konsumen yang biasanya membeli CD asli (original) adalah salah satu pihak yang dirugikan karena mendapatkan barang bajakan. Akhirnya konsumen semakin tumbuh sikap yang tidak lagi memandang perlu untuk mempertanyakan apakah sesuatu barang tersebut merupakan hasil pelanggaran atau tidak, semakin acuh tak acuh mengenai yang baik dan buruk serta apa yang sah atau tidak sah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DO THE BEST FOR YOUR FUTURE

Buka Bersama dengan Petugas Kebersihan